Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menolak remisi yang diberikan oleh Presiden Joko Widodo melalui Kepres. No. 29 Tahun 2018 yang ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 7 Desember 2018. Susrama merupakan terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali AA Gde Bagus Narendra Prabangsa, yang divonis penjara seumur hidup namun mendapat keringanan hukuman menjadi 20 tahun penjara.
Menyikapi remisi tersebut, AJI Jakarta mengadakan diskusi publik bersama dengan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di sekretariat Komnas HAM Jakarta pada jumat siang (8 Feb 2019). Dalam diskusi tersebut, Komisioner Komnas HAM Amiruddin Al Rahab mempertanyakan indikator pemberian remisi kepada Susrama.
“Remisi itu hak. Persoalannya bukan pada yang menerima. Tapi pada yang memberi remisi, pertimbangannya apa? Prosedurnya sering tidak jelas. Yang disebut berkelakuan baik di dalam Lapas itu apa indikatornya? Menkumham seharusnya memberi penjelasannya kepada publik,”kata Amiruddin.
Pemberian remisi terhadap pembunuh jurnalis menurut Amiruddin, menunjukkan bahwa pemerintah tidak memiliki sensitivitas terhadap kebebasan pers dan hak-hak publik dalam mengakses informasi.
Sementara itu, Ketua Umum AJI Indonesia Abdul Manan telah berulang kali menyatakan pemberian remisi bagi Susrama telah mencederai rasa keadilan bagi terpidana, tanpa mempertimbangkan apa yang dirasakan oleh keluarga korban, dan juga jurnalis di seluruh Indonesia.
“Remisi ini hanya memberikan impunitas kepada para pelaku kekerasan terhadap jurnalis. Kita bisa mencegah kekerasan terhadap jurnalis dengan cara tidak memberikan keringanan hukuman kepada Susrama,” tegas Manan.
AJI Jakarta merupakan salah satu dari sekian banyak organisasi yang menolak remisi terhadap Susrama.
“Sikap AJI Jakarta telah tegas, vonis pengadilan terhadap Susrama adalah contoh berhasilnya penegak hukum menindak tegas para pembungkam kebebasan pers,”kata Asnil Bambani Ketua AJI Jakarta.
Diskusi ini digelar AJI Jakarta, sebagai bentuk solidaritas penolakan terhadap remisi tersebut.