Siaran Pers
AJIJakarta – Tujuh Jurnalis dari pelbagai media mendapatkan dana beasiswa untuk peliputan isu Tuberkulosis (TBC). Peliputan ini bertujuan untuk menggali fokus penulisan yang lebih komprehensif terhadap penanggulangan angka kasus TBC di Indonesia yang masih tinggi. Indonesia adalah negara dengan beban TBC tertinggi ketiga di dunia (Global TB Report WHO, 2018).
Pengumuman ini merupakan kelanjutan dari workshop AJI Jakarta bersama Stop TB Partnership Indonesia (STPI) bersama 25 jurnalis dengan tema “Eliminasi Tuberkulosis di Indonesia”, yang berlangsung di Jakarta, Sabtu (16/03).
“Pemilihan 7 jurnalis yang lolos mendapatkan beasiswa ini dengan pertimbangan nilai berita, kedekatan isu dengan masyarakat, tema, dan peluang untuk dilakukan,” kata pengurus AJI Jakarta, Jeckson Simanjuntak dalam keterangan pers-nya di Jakarta, Kamis (21/03).
Lebih lanjut Jecko mengatakan isu TBC selama ini kurang menjadi perhatian media. Padahal dampak kerugian ekonomi dan wabahnya membunuh secara diam-diam. “Melalui beasiswa ini diharapkan mereka yang lolos bisa menghasilkan karya jurnalistik berkualitas, dan mengedukasi publik,” katanya.
Jurnalis yang akan mendapatkan dana beasiswa sebesar Rp6 juta antara lain Ananda (Sindo Weekly), Eni Kartinah (Media Indonesia), Eric Tanjung (Suara.com), Nur Alfiyah (Tempo.co), Puput (CNN Indonesia), Titin Muftiro (Net TV), dan Willy (Daai TV).
“Kami ucapkan selamat kepada jurnalis yang mempersoleh beasiswa,” tambah Jeckson.
Jeckson melanjutkan, bagi peserta yang belum lolos dalam seleksi ini, diharapkan tetap melanjutkan liputannya. Sebab, panitia akan mengadakan lomba dalam sebulan kepada jurnalis seluruh tanah air yang telah berusaha memberikan edukasi kepada publik tentang TBC. “Total hadiah yang akan disiapkan sebesar Rp22,5 juta. Jadi kesempatan ini akan dibuka untuk seluruh jurnalis di tanah air,” katanya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif SPTI, Heny Akhmad mengatakan tema yang diajukan kepada panitia sangat beragam. Liputan-liputan yang direncanakan mulai dari persoalan dampak ekonomi dari TBC, nasib orang dengan TBC yang putus kerja, penularan melalui transportasi publik, label negatif orang dengan TBC hingga penanggulangan TBC di dalam Lapas.
“Dengan keragaman tema yang nanti akan diliput, kami berharap bisa memberikan pencerahan kepada publik tentang TBC,” kata Heny.
Stop TB Partnership juga berharap nantinya peserta bisa memberikan “wajah manusia” dalam liputannya. Sebab, kata Heny, selama ini TBC hanya diinformasikan dalam data-data statistik. “Jadi dengan menggunakan pendekatan humanis, kita akan lebih paham bagaimana dampak TBC terhadap masyarakat,” katanya.
Narahubung:
AJI Jakarta
https://wa.me/6281935007007