RILIS PERS
Jakarta – Dunia usaha, terutama usaha mikro kecil dan menengah, terdampak krisis yang disebabkan penyakit virus korona (Covid-19). Pandemi Covid-19 memaksa aktivitas perekonomian tidak bisa berjalan seperti biasanya karena dilakukan pembatasan selama tiga bulan terakhir di Indonesia.
Dampak Covid-19 terhadap UMKM di Indonesia diukur International Labour Organization (ILO) melalui program mengenai Kesinambungan Daya Saing dan Tanggung Jawab Perusahaan (SCORE). ILO menyurvei terhadap 571 perusahaan yang menjadi konstituten dan mitra pelaksana pada 6-17 April 2020. Hasilnya, ketahanan hidup perusahaan hampir habis.
“Meski hanya dalam waktu 2-3 bulan, ternyata 70 persen UMKM setop produksi, entah itu sementara atau seterusnya,” ujar Manajer Proyek ILO SCORE Indonesia, Januar Rustandie, dalam diskusi daring yang diadakan ILO dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta pada Rabu, 3 Juni 2020.
Januar mengungkapkan kondisi 90 persen UMKM saat ini mengalami masalah arus kas (cash flow). Sebanyak 52 persen UMKM kehilangan pendapatan sekitar 50 persen. Sekitar 63 persen UMKM yang disurvei telah mengurangi jumlah pekerja. Sekitar 1/3 UMKM mencoba untuk bertahan dengan beralih ke usaha daring. Sementara 1/5 perusahaan berhasil melakukan diversifikasi produk untuk merespon kebutuhan baru, seperti masker dan hand sanitizer.
ILO juga mengukur kemampuan UMKM dalam menerapkan protokol kesehatan yang ditetapkan pemerintah, seperti melakukan pemeriksaan suhu tubuh di lingkungan kerja dan menjaga jarak. Ternyata hanya 40 persen UMKM yang bisa melakukan pemeriksaan suhu tubuh dan 1/3 yang bisa menjaga jarak dalam lingkungan kerja. Hal ini disebabkan keterbatasan lahan. Sementara untuk bekerja dari rumah hanya 1/3 UMKM yang bisa menerapkannya.
Senada dengan ILO, Direktur Pengembangan UKM dan Koperasi Bappenas Ahmad Dading Gunadi mengakui terjadi penurunan semua indikator perekonomian. “Pertumbuhan manufaktur tidak begitu besar, malah menurun. Akibatnya pengangguran makin besar,” ujarnya.
Perekonomian yang sedang turun itu perlu disokong oleh pemerintah dan dunia usaha sehingga mengalami penguatan. Ada beberapa tahapan kebijakan pemerintah dalam menghadapi Covid-19. Mulai dari tahap penguatan fasilitas kesehatan, melindungi kelompok masyarakat rentan dan dunia usaha, mengurangi tekanan sektor keuangan, hingga program pemulihan ekonomi pascakorona yang dituangkan dalam rencana kerja pemerintah 2021.
Dalam kebijakan fiskal untuk penanganan Covid-19, pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan sejumlah Rp 75 triliun, jaringan pengaman sosial sejumlah Rp 110 triliun, dan dukungan dunia usaha sejumlah Rp 220,1 triliun.
Sementara program utama penanganan dampak Covid-19 bagi UMKM dilakukan pemerintah melalui restrukturisasi kredit, relaksasi perpajakan, bantuan sosial, subsidi bunga kredit dan penundaan pembayaran pokok, serta stimulus bantuan modal kerja darurat. “Perlu ekstra penguatan dari pemerintah dan dunia usaha, maupun pendamping UMKM bisa ikut berperan,” ujar Dading.
Untuk bisa bertahan dan melewati masa pandemi, Manajer Program Business & Export Development Organization (BEDO) Jeff Kristianto memberikan tips buat UMKM. Pertama, lakukan negosiasi dengan bank, pembeli, pemasok untuk keringanan cicilan, penundaan pengiriman dan kontrak. Kedua, tekan pengeluaran dengan memeriksa biaya satu per satu. Setop atau tunda yang tidak diperlukan. Bahkan bila diperlukan memberhentikan produksi.
Kemudian, fokus menjual produk lebih dulu yang berkadaluarsa pendek. Keempat, perluas segmen pasar. Jangan hanya bergantung pada satu segmen saja. Bila perlu beralih segmen untuk sementara waktu, misalnya dari ekspor menjadi berorientasi lokal. Termasuk mengonversi jualan menjadi daring. Penjualan secara daring perlu diperkuat dengan promosi yang lebih giat melalui iklan di media sosial maupun mesin pencari web. BEDO sendiri memiliki program membantu para mitra UMKM memasarkan produk secara daring di halaman media sosial miliknya sehingga produk bisa lebih dipasarkan secara luas dengan tingkat keterlibatan konsumen yang tinggi.
Tips yang terakhir, komunikasikan kepada pekerja agar memahami situasi yang terjadi. Dalam kondisi sulit seperti sekarang ini, Jeff mengungkapkan, ada 86 persen jaringan pelaku bisnis BEDO yang mengaku terdampak. Namun, ada produk-produk yang justru mengalami kenaikan penjualan, yakni produk makanan beku, makanan kering, bumbu masak, dan makanan herbal. “Hanya 0,06 persen yang bilang kapok jadi UMKM. Itu menunjukkan UMKM tangguh,” ujarnya.
Meski dunia usaha sedang mengalami kesulitan, Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani menekankan pentingnya proses komunikasi yang terbuka antara pengusaha dan pekerja. Dengan duduk bersama maka pengusaha dan pekerja bisa mencari solusi terbaik untuk keberlangsungan usahanya dan bagi pekerja.
Narahubung:
Hotline
AJI Jakarta
https://wa.me/6281935007007