Sejarah Sekilas

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) didirikan oleh 58 jurnalis dan kolumnis lewat Deklarasi Sirnagalih pada 7 Agustus 1994, di Sirnagalih, Bogor, setelah pemberedelan majalah Tempo, Detik dan Editor oleh rezim Orde Baru.

Visi & Misi

Sejak berdiri hingga saat ini, AJI memiliki kepedulian pada tiga isu utama. Inilah yang kemudian diwujudkan menjadi program kerja selama ini juga diintegrasikan dengan isu gender dan perempuan. Karena itulah, AJI secara rutin melaksanakan sejumlah kegiatan kampanye, advokasi, training, workshop, diskusi, seminar, penelitian, beasiswa, penerbitan buku, dll.

Pertama, perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers.

Perjuangan untuk mempertahankan kebebasan pers merupakan pekerjaan rumah utama AJI hingga kini. Ancaman bagi kebebasan pers itu ditandai oleh kian maraknya kasus gugatan, baik pidana maupun perdata, terhadap pers setelah reformasi. Ini diperkuat oleh statistik kasus kekerasan terhadap jurnalis masih relative tinggi, meski statistik jumlah kasus yang dimiliki AJI cukup fluktuatif. Persoalan impunitas masih mendera berbagai kasus pembunuhan jurnalis. Seperti kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syafruddin wartawan Harian Bernas Yogyakarta, 1996. AJI memberikan perhatian serius atas perkembangan tiap tahun kasus ini. Untuk menghargai dedikasinya kepada profesi, AJI menggunakan nama Udin Award sebagai penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada jurnalis yang menjadi korban saat menjalankan tugas jurnalistiknya.

Kedua, meningkatkan profesionalisme.

Bagi AJI, pers profesional merupakan prasyarat mutlak untuk membangun kultur pers yang sehat. Dengan adanya kualifikasi jurnalis semacam itulah pers di Indonesia bisa diharapkan untuk menjadi salah satu tiang penyangga demokrasi. Salah satu program penting AJI yang berhubungan dengan etika adalah melakukan kampanye untuk menolak amplop atau pemberian dari nara sumber. AJI juga telah menggelar Uji Kompetensi Jurnalis yang pertama secara nasional pada Februari 2012, dan akan terus bergulir di berbagai AJI Kota. Persoalan impunitas masih mendera berbagai kasus pembunuhan jurnalis. Seperti kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syafruddin wartawan Harian Bernas Yogyakarta, 1996. AJI memberikan perhatian serius atas perkembangan tiap tahun kasus ini. Untuk menghargai dedikasinya kepada profesi, AJI menggunakan nama Udin Award sebagai penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada jurnalis yang menjadi korban saat menjalankan tugas jurnalistiknya.

Ketiga, meningkatkan kesejahteraan jurnalis.

Tema tentang kesejahteraan ini memang tergolong isu yang sangat ramai di media. Bagi AJI, kesadaran akan pentingnya isu ini sudah dimulai sejak Kongres AJI tahun 1997. Dalam kongres tersebut, dicetuskan untuk memberikan porsi layak kepada isu yang berhubungan dengan aspek ekonomi jurnalis. Salah satu bentuknya adalah dengan mendorong pembentukan serikat pekerja di masing-masing media.Persoalan impunitas masih mendera berbagai kasus pembunuhan jurnalis. Seperti kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syafruddin wartawan Harian Bernas Yogyakarta, 1996. AJI memberikan perhatian serius atas perkembangan tiap tahun kasus ini. Untuk menghargai dedikasinya kepada profesi, AJI menggunakan nama Udin Award sebagai penghargaan yang diberikan setiap tahun kepada jurnalis yang menjadi korban saat menjalankan tugas jurnalistiknya.
0 +
Anggota
0 +
Tahun Pengalaman
0 +
Media Online
0 +
Media Cetak
0 +
Multimedia

DOKUMEN AJIJAK

AD/ART

Disahkan dalam Kongres AJI 2024

Disahkan dalam Kongres AJI 2024

Disahkan dalam Kongres AJI 2024

Disahkan dalam Kongres AJI 2024

Disahkan dalam Kongres Virtual AJI 2024

Endorsed in 2021 AJI Virtual Congress

Disahkan Dewan Pers

Disahkan 20 Maret 2018

PENGURUS AJIJAK

GABUNG AJIJAK?