Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengencam kebijakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang memberikan remisi kepada I Nyoman Susrama, terpidana kasus pembunuhan jurnalis Radar Bali, AA Gde Bagus Narendra Prabangsa.
Ketua AJI Jakarta, Asnil Bambani Amri mengatakan fakta persidangan jelas menyatakan bahwa Susrama melakukan pembunuhan terkait pemberitaan. Namun ia heran dengan keputusan Jokowi memberikan keringanan hukuman kepada Susrama.
“Pembunuhannya dilakukan secara terencana. Susrama sudah dihukum ringan karena jaksa sebenarnya menuntutnya dengan hukuman mati, tapi hakim mengganjarnya dengan hukuman seumur hidup,” ujar Asnil dalam keterangan tertulisnya.
Remisi tersebut tertuang dalam Kepres No. 29 tahun 2018 tentang Pemberian Remisi Perubahan dari Pidana Penjara Seumur Hidup Menjadi Pidana Sementara tertanggal 7 Desember 2018.
Susrama mendapat keringanan hukuman dari penjara seumur hidup menjadi 20 tahun. Susrama merupakan satu dari 115 terpidana yang diberi remisi.
“Kebijakan presiden yang mengurangi hukuman itu melukai rasa keadilan tidak hanya keluarga korban, tapi jurnalis di Indonesia,” jelas Asnil.
Atas keputusan tersebut, AJI Jakarta mendesak Presiden Jokowi mencabut Keppres pemberian remisi terhadap Susrama. Sebab kebijakan itu dinilai bertentangan dengan kebebasan pers.
“AJI menilai, tak diadilinya pelaku kekerasan terhadap jurnalis, termasuk juga memberikan keringanan hukuman bagi para pelakunya, akan menyuburkan iklim impunitas dan membuat para pelaku kekerasan tidak jera, dan itu bisa memicu kekerasan terus berlanjut,” katanya.
Selain itu, Asnil meminta pada Jokowi untuk menuntaskan 8 kasus pembunuhan jurnalis lainnya.
*Susrama Divonis Bersalah*
Untuk diketahui, Susrama diadili karena kasus pembunuhan terhadap Prabangsa, 9 tahun lalu.
Pembunuhan itu terkait dengan berita-berita dugaan korupsi dan penyelewengan yang melibatkan Susrama yang ditulis oleh Prabangsa di harian Radar Bali, dua bulan sebelumnya.
Hasil penyelidikan polisi, pemeriksaan saksi dan barang bukti di persidangan menunjukkan bahwa Susrama adalah otak di balik pembunuhan itu.
*Prabangsa Dijemput dan Dibuang ke Laut*
Asnil menerangkan, Susrama diketahui memerintahkan anak buahnya menjemput Prabangsa di rumah orangtuanya di Taman Bali, Bangli, pada 11 Februari 2009 silam.
Prabangsa lantas kemudian dibawa ke halaman belakang rumah Susrama di Banjar Petak, Bebalang, Bangli. Di sanalah ia memerintahkan anak buahnya memukuli dan akhirnya menghabisi Prabangsa.
Dalam keadaan sekarat Prabangsa dibawa ke Pantai Goa Lawah, tepatnya di Dusun Blatung, Desa Pesinggahan, Kabupaten Klungkung. Kemudian Prabangsa dibawa naik perahu dan dibuang ke laut.
Mayatnya ditemukan mengapung oleh awak kapal yang lewat di Teluk Bungsil, Bali, lima hari kemudian.
Berdasarkan data AJI, kasus Prabangsa adalah satu dari banyak kasus pembunuhan jurnalis di Indonesia.
Kasus Prabangsa adalah satu dari sedikit kasus yang sudah diusut. Sementara, masih ada 8 kasus lainnya belum tersentuh hukum. Delapan kasus itu, di antaranya: Fuad M Syarifuddin (Udin), wartawan Harian Bernas Yogya (1996), pembunuhan Herliyanto, wartawan lepas harian Radar Surabaya (2006), kematian Ardiansyah Matrais, wartawan Tabloid Jubi dan Merauke TV (2010), dan kasus pembunuhan Alfrets Mirulewan, wartawan Tabloid Mingguan Pelangi di Pulau Kisar, Maluku Barat Daya (2010).
Berbeda dengan lainnya, kasus Prabangsa ini bisa diproses hukum dan pelakunya divonis penjara. Dalam sidang Pengadilan Negeri Denpasar 15 Februari 2010, hakim menghukum Susrama dengan divonis penjara seumur hidup.
Sebanyak delapan orang lainnya yang ikut terlibat, juga dihukum dari 5 tahun sampai 20 tahun. Upaya mereka untuk banding tak membuahkan hasil. Pengadilan Tinggi Bali menolak upaya kesembilan terdakwa, April 2010. Keputusan ini diperkuat oleh hakim Mahkamah Agung pada 24 September 2010.