JAKARTA – Pemerintah Indonesia mengklaim berhasil mengurangi tingkat pengangguran dan telah menyediakan pendidikan yang lebih baik bagi masyarakat. Pada 2017 tingkat pengangguran turun menjadi 5,3 persen. Meski turun, pengangguran di kalangan usia muda masih tinggi yakni 19,4 persen. Sementara tren pengangguran di kalangan usia muda yang terlatih dan terdidik adalah 23,2 persen dan merupakan salah satu yang tertinggi di Asia. Pemerintah mencoba mengatasi permasalahan ini melalui pemagangan. Komitmen pemerintah ditunjukkan dengan peluncuran Program Pemagangan Nasional oleh Presiden Joko Widodo pada Desember 2016.
Ketidakcocokan keterampilan dan tidak mulusnya transisi dari pendidikan ke dunia kerja ditengarai menjadi penyebab. Program Officer International Labour Organization (ILO) Jakarta Tendy Gunawan mengatakan bahwa dunia pendidikan di Indonesia saat ini tidak match dengan dengan dunia kerja sehingga dibutuhkan pemagangan apprenticeship yang diharapkan menjadi pintu masuk ke dunia kerja. “Pemagangan dapat memperluas kesempatan kerja dan mengurangi jumlah pengangguran”, kata Tendy pada Pelatihan Jurnalis Meliput Isu Pemagangan yang Berkualitas yang dilaksanakan di Jakarta.
Menurut Koordinator Nasional Proyek Program Pemagangan ILO Dede Shinta Sudono, konsep pemagangan di Indonesia sangat luas dan hanya 25 persen saja yang telah sesuai dengan Permenaker Nomor 36 Tahun 2016. Pemagangan yang benar adalah pemagangan yang diperuntukkan bagi pencari kerja (apprenticeship), bukan pemagangan untuk mencari pengalaman (internship) atau magang siswa SMA (job attachment).
Pemagangan apprenticeship yang berkualitas harus memenuhi beberapa aspek, yaitu pelatihan dilaksanakan sesuai Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) atau standar khusus atau standar internasional; terdapat rencana dan struktur pelatihan berdasarkan standar yang disepakati; terdapat pemantauan dan evaluasi secara berkala; industri melibatkan institusi pelatihan untuk melaksanakan pelatihan magang; terdapat penilaian kompetensi oleh pihak eksternal; serta pemagangan harus terdiri dari kelas teori (off the job training) dan praktik.
“Pemagangan apprenticeship tujuannya untuk mengasah keterampilan bekerja peserta magang dan kemudian peserta tersertifikasi. Saat ini ILO mendorong sertifikat magang dikeluarkan oleh lembaga sertifikasi, bukan perusahaan”, kata Dede.
Dalam rangka meningkatkan pemahaman jurnalis tentang pemagangan yang baik dan berkualitas, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta bekerja sama dengan International Labour Organization (ILO) kantor Jakarta mengadakan Pelatihan Jurnalis Meliput Isu Pemagangan yang Berkualitas pada 9-10 Maret 2019 di Jakarta. Pelatihan selama dua hari ini menghadirkan narasumber dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kementerian Tenaga Kerja, Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) dan diikuti oleh 20 orang jurnalis di Jabodetabek dari berbagai media, baik media cetak, siber maupun televisi.
Ketua AJI Jakarta Asnil Bambani mengatakan bahwa salah satu tujuan pelatihan adalah untuk merangsang peliputan dan pemberitaan yang lebih luas di media terkait isu pemagangan yang berkualitas sebagai sarana pendidikan, advokasi dan informasi yang mengarah pada pemahaman dan pengambilan kebijakan yang lebih baik tentang praktik pemagangan.
“Pelatihan ini dilaksanakan agar jurnalis memahami isu serta meningkatkan kapasitas dalam meliput isu terkait pemagangan yang baik dan berkualitas”, kata Asnil Bambani.
Selain melatih jurnalis meliput isu pemagangan yang baik dan berkualitas, AJI Jakarta juga memberikan beasiswa peliputan bagi tujuh orang jurnalis yang mengusulkan ide liputan menarik tentang pemagangan. Tujuh orang yang usulan proposal liputannya terpilih adalah Feri Latief (fotografer lepas), M. Irham (Independen.id), Lani Diana Wijaya (Tempo.co), Mawa Kresna (Tirto.id), Puga Hilal Bayhaqie (Pikiran Rakyat), Lidya Yuniartha Panjaitan (Kontan) dan Hemas Psikolitikta (CNN Indonesia TV).