JAKARTA. Sidang sengketa ketenagakerjaan dengan penggugat Jekson Simanjuntak, Produser Berita Satu TV yang juga anggota AJI Jakarta terhadap PT First Media News (Berita Satu TV) telah memasuki tahap Kesimpulan pada Rabu (18/9). Kesimpulan adalah tahap sebelum keputusan akhir dibacakan majelis hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di PN Jakarta Pusat.
Pada kesimpulannya, Jekson Simanjuntak berpegang pada dalil surat gugatan, replik, alat bukti (surat dan dokumen), serta keterangan saksi di persidangan. Hasilnya, Jekson menolak seluruh dalil atau bantahan tergugat, sebagaimana disampaikan dalam jawaban dan duplik.
Jekson juga menolak keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan tergugat, kecuali yang secara tegas diakui kebenarannya berdasarkan fakta dan alat bukti yang sah. Jekson yang juga pengurus AJI Jakarta memiliki hak untuk menjalankan aktivitas AJI Jakarta, yang merupakan organisasi serikat pekerja.
Namun, Jekson dituduh mangkir manajemen Berita Satu TV ketika diutus menjadi relawan oleh AJI Jakarta, saat bencana alam tsunami dan gempa bumi di Palu. Jekson berangkat untuk tugas kemanusiaan, sebagai bagian dari kegiatan serikat AJI Jakarta.
“Penugasan saya adalah kontribusi AJI Jakarta untuk membantu AJI Palu beserta keluarganya yang menjadi korban gempa dan tsunami,” ujar Jekson. Di Palu, Jekson membangun media center dan memulihkan akses komunikasi internet untuk pekerja media, bahkan termasuk untuk reporter Berita Satu TV yang bertugas di Palu.
Jekson berangkat ke Palu melalui surat tugas yang dikirimkan oleh AJI Jakarta ke Berita Satu TV. Asnil Bambani, Ketua AJI Jakarta yang juga saksi dalam kasus ini bilang, penugasan Jekson karena yang bersangkutan punya kemampuan safety journalist. “Jekson punya kemampuan penanganan situasi darurat,” ujar Asnil.
Berbekal surat tugas itu, Jekson mengajukan cuti tanggal 4 Oktober 2018. Sebelumnya, Jekson juga sudah berusaha mengajukan cuti melalui aplikasi WhatsApp group. Namun belakangan, pengajuan cuti tersebut disebut mangkir oleh penggugat.
Merujuk regulasi, cuti adalah hak pekerja sebagaimana diatur Pasal 79 ayat (1) UU No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Dalam beleid ini, pengusaha wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja/buruh. Lagi pula, Berita Satu TV tidak punya aturan terkait prosedur persetujuan cuti. “Persetujuan atasan bukanlah hal wajib disertakan dalam cuti”, tutur Jekson.
Dalam menjalankan tugas organisasi tersebut, Jekson hanya memperoleh uang akomodasi untuk kebutuhan operasional selama di Palu.
Terkait sengketa tenaga kerja ini, Laila Arlini, Kepala Seksi Hubungan Industrial & Kesejahteraan Pekerja Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta bilang, cuti seharusnya diberikan untuk alasan kemanusiaan. “Secara etika, cukup pemberitahuan saja dari pekerja kepada manajemen,” kata Laila saat bersaksi di persidangan.
Menurut Laila, mekanisme cuti seharusnya diatur lebih rinci dalam Peraturan Perusahaan (PP) atau yang lebih rinci. “Jika tidak, maka pengajuan cuti dengan alasan kemanusiaan harus dipertimbangkan”, ungkap Laila Arlini.
Laila juga mengingatkan, ada ancaman sanksi pidana bagi pemberi kerja yang tidak memberikan hak cuti bagi karyawannya, sebagaimana diatur dalam Pasal 187 ayat (1) UU RI No 13/2003 tentang Ketenagakerjaan.
Dengan demikian, Laila memperkuat status cuti Jekson, bukan mangkir seperti dalih perusahaan. “Dikatakan mangkir jika pekerja sama sekali tidak memberitahukan ke atasannya sebelum pekerja memutuskan untuk tidak masuk kerja. Itu baru dapat dikatakan mangkir’”, ujar Laila di persidangan.
Berusaha tetap bekerja
Meski dituduh mangkir, namun Jekson dengan itikad baik tetap masuk bekerja. Ia memastikan siap masuk kerja dan menghadap HRD pada 12 Oktober 2018, sebagaimana jawaban surat elektronik (e-mail) yang kemudian dijadikan sebagai bukti P- 4B.
“Saya hadir kembali bekerja pada 12 Oktober 2018 setelah cuti saya selesai. Sayangnya, sejak saat itu, saya tidak diizinkan masuk kantor dengan alasan mangkir,” papar Jekson.
Sejak itulah, Jekson tak bisa bekerja (jobless) dan tidak menerima gaji hampir 1 tahun. Sementara, Jekson mesti menghidupi 3 anaknya yang masih kecil. “Sejak dinyatakan mangkir saya kerja serabutan dan melakukan banyak hal agar bisa bertahan hidup di Ibukota”, ujar Jekson Simanjuntak.
Berdasarkan fakta dan bukti di persidangan, Jekson meminta gugatannya untuk dipekerjakan kembali dikabulkan oleh majelis hakim. Selain itu, Jekson juga berharap agar majelis hakim membayarkan upah yang menjadi haknya selama proses perselisihan berlangsung dengan nilai Rp. 12.749.685 x 6 bulan (November 2018 hingga April 2019) = Rp. 76.498.110.
Narahubung:
AJI Jakarta
https://wa.me/6281935007007