RILIS
Jakarta – ILO dan GRID Network melakukan survei daring (online) terkait ‘Program Transisi dari Sekolah ke Dunia Kerja di Desember 2019’. Sampel yang disurvei sebanyak 2.442 responden berusia 18-24 tahun di lebih dari 10 kota di Indonesia. Hasilnya, 80 persen responden percaya diri mendapatkan pekerjaan yang layak.
Dari mereka yang percaya diri, 89 persen pernah mengikuti program transisi ke dunia kerja. Salah satu program transisi yang dianggap paling bermanfaat adalah program pemagangan/praktik kerja industri sebanyak 92 persen.
Sejak masa pembatasan sosial akibat pandemi Covid-19, hampir sebagian besar program pemagangan menjadi terhenti dan pelatihan vokasi digantikan secara daring. Padahal program pemagangan dan pelatihan vokasi menjadi upaya yang bisa menjawab persoalan ketidaksesuaian keterampilan antara yang diperoleh dari sekolah dan pelatihan dengan kebutuhan industri. Sementara metode secara daring diyakini belum optimal dilakukan untuk menggantikan program itu secara langsung.
Direktur Bina Pemagangan Kementerian Tenaga Kerja Siti Kustiati menyatakan agak sulit jika magang dilakukan secara daring lantaran dibutuhkan praktik lapangan. Namun Kemenaker mencoba tetap mengoptimalkan pelayanan e-Training (“full online” dan “blended”).
“Ketika melakukan online training, akan tetap mengidentikasi kompetensi dan okupasi sesuai dengan kebutuhan pasar kerja,” kata Siti dalam diskusi daring ‘Menciptakan SDM Indonesia yang Unggul di Era Kenormalan Baru’, yang diselenggarakan oleh ILO dan AJI Jakarta pada Rabu (1/7/2020). Diskusi dipandu oleh News Anchor CNN Indonesia TV Rivana Pratiwi.
Manfaat e-Training pada masa kenormalan baru antara lain memudahkan akses pelatihan vokasi, meningkatkan kompetensi yang terintegrasi dengan Sistem Informasi Ketenagakerjaan, efisiensi waktu dan anggaran pelatihan, masifikasi target dan aksesibilitas pelatihan, serta meningkatkan employability angkatan kerja melalui pelatihan vokasi.
Kemenaker melakukan pendekatan kepada perusahaan yang tidak signifikan terdampak pandemi, seperti Jakarta Japan Club yang memiliki 800 perusahaan Jepang di Indonesia untuk menyelenggarakan pemagangan. Pun ada USAID dan Asosiasi HRD wilayah Bogor yang turut menyelenggarakannya.
Manajer Proyek Pengembangan Keterampilan ILO, Tauvik Muhamad mengatakan Indonesia memerlukan integrasi kebijakan ekonomi dan ketenagakerjaan, karena tenaga kerja didominasi oleh sektor informal, pendidikan dasar relatif rendah, serta terintegrasi dengan pasar ekonomi bebas dampak dari globalisasi dan digitalisasi ekonomi.
“Ini berdampak pada pasar domestik dan permintaan terhadap pekerja yang terampil. Dalam beberapa tahun ke depan, peningkatan penawaran terhadap lapangan pekerjaan berbasis IT dan digital di era kenormalan baru perlu diantisipasi,” kata dia.
Bonus demografi, yang diindikasikan dengan bertambahnya jumlah tenaga kerja usia produktif ketimbang usia nonproduktif, akan terjadi dan mencapai puncaknya dalam 5-10 tahun ke depan. Penyerapan penduduk usia produktif melalui program transisi sekolah ke dunia kerja, termasuk pemagangan melibatkan sektor industri menjadi hal yang vital.
“Tenaga kerja yang terampil harus dipersiapkan jika Indonesia tak ingin masuk dalam “jebakan pendapatan menengah”. Ini memerlukan intervensi opsi kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pendidikan keterampilan dan industri,” ujar Tauvik.
Sementara terkait belum optimalnya pelatihan daring dalam menggantikan pelatihan langsung tatap muka, Tauvik mendorong program campuran pembelajaran daring dengan praktik tatap muka untuk keterampilan tertentu, berbasis kompetensi dan pemanfaatan teknologi simulasi virtual tiga dimensi. Penggunaan program simulasi virtual dapat menjadi pilihan untuk menggantikan praktik lapangan yang sulit dilakukan pada masa kenormalan baru.
Direktur Kursus dan Pelatihan Kemendikbud Wartanto mengatakan jajarannya tengah menggodok peraturan menteri baru yang mengatur soal praktik kerja lapangan. Misalnya, peraturan itu nanti mengatur setiap perguruan tinggi penyelenggara vokasi harus melakukan pemagangan minimal satu semester.
Sementara terkait kerja sama dengan industri, Wartanto mengaku ada beberapa perubahan, seperti menyusun kurikulum dengan industri, mengendalikan standar kompetensi kelulusan, pendidik dari SMK termasuk lembaga kursus harus memperoleh sertifikasi industri, dan pembelajaran langsung di industri.
“Nantinya industri bertanggung jawab untuk menyerap lulusan,” ujarnya. Di tengah masa pandemi, Kemendikbud juga menyiapkan dana program wirausaha, yakni bantuan sejumlah Rp 6 juta per anak untuk 16 ribu anak.
Anggota BPP PHRI Bidang SDM Dea Prasetyawati menyatakan mendukung pengembangan kompetensi SDM di Indonesia. Kerja sama aktif sekolah dan industri dibutuhkan untuk menyediakan tempat “internship” dan “apprenticeship”, “experiential learning” lewat “organic lab”, dosen tamu praktisi, “field trip”, maupun dosen praktisi untuk meningkatkan kompetensi SDM.
“Praktik terbaik yang dilakukan dengan menjalin jejaring dengan universitas, sekolah, maupun balai latihan kerja, dalam menyusun kurikulum yang tepat untuk mengurangi kesenjangan antara pelajaran dan kebutuhan industri.” ujar dia.
Narahubung:
Taufiqurrohman, Ketua Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta
taufiqjurnalis@gmail.com
+6285326493677
Gita Lingga, Staf Komunikasi ILO
gita@ilo.org
+62815 884 5833